Selasa, 20 Agustus 2013

Kakakku ga comel lagi.......

Puass................gue bener-bener puas bisa membuat mulut kakak gue 'bungkam'.  Kerja keras gue ga sia-sia.  Kebayang betapa sulitnya membungkam mulut kakak gue yang comel banget.  Doi 'selalu hadir' di setiap urusan adik-adiknya. Mungkin dia merasa kakak yang tertua jadi harus terlibat dan 'punya hak' untuk memberi saran buat adiknya, padahal hampir semua saran dia hanya memperkeruh suasana.  Keterlibatan dia justru sering membuat konflik makin parah. Gimana ga? Kakak gue lebih mengedepankan intuisi daripada logika dan fakta.  Kalau menurut dia 'benar' maka dia akan menghakimi yang salah, kalau perlu sampai yang kalah itu minta maaf menuruti konsekuensi atas kesalahan yang dibuat. Gue termasuk yang sering ribut sama dia karena hanya gue yang berani menentang cara-cara dia yang menurut gue tidak bijak.  Loe boleh aja lebih tua dari gue, tapi bukan berarti loe lebih berpengalaman dari gue. 

Kakak gue kalau denger berita atau gosip dari seseorang, dia bukannya mengklarifikasi dulu apakah berita itu benar atau ga. Dia tidak pernah memberi kesempatan pihak lain yang diberitakan itu menyampaikan argumentasi atau menjelaskan duduk permasalahannya.  Kakak gue cenderung telan habis informasi sepihak itu dan langsung mendamprat pihak yang bermasalah.  Gue pernah jadi korbannya.  Waktu itu pasangan gue membalikan fakta dengan cerita-cerita palsu tentang gue. Semua kalimat yang keluar tentang gue jelek semua. Intinya, pasangan gue ingin semua orang yang denger cerita dia beropini bahwa gue manusia tidak beradab, tidak berperasaan!!

Dulu gue memang cenderung diam kalau sedang ada masalah.  Gue perlu merenung dulu, evaluasi kesalahan apa yang telah gue perbuat, lalu cari solusi penyelesaian. Kalau masalah itu melibatkan orang lain, gue cenderung mikir dulu gimana caranya dan kapan gue harus ngomong sama dia.  Gue ga mau kalo gue terburu-buru tancap gas bicara sama dia, yang ada malah gue ribut sama dia karena belum tentu dia sudah siap berbicara dengan gue.  Makanya gue harus menunggu saat yang tepat. Terkadang butuh waktu 1 hari, kadang 2 atau 3 hari. Yang pasti ga pernah 1 minggu.  Ya...pengendalian diri seseorang kan berbeda. Gue ga bisa samakan diri gue sama orang lain.  Gue bisa aja kontrol emosi gue seketika, nah orang lain apakah dia harus bisa? Emangnya siapa gue? Makanya gue selalu lihat dulu sikonnya. Kalo gue lihat lawan bicara gue sudah agak tenang or memberi signal lampu hijau, baru dah gue masuk.

Gue memang sempat marah besar sama kakak gue yang selalu ikut campur urusan rumah tangga gue.  Semua memang gara-gara pasangan gue yang selalu cerita bila sedang bermasalah sama gue. Dampaknya, gue 'dinasehatin' kakak gue and gue harus begini dan begitu. Gue harus berubah dan mengikuti semua hal sesuai kata-kata dia.  Gue langsung mendamprat dia habis-habisan karena semua 'nasihat' yang diberikan itu sama sekali ga relevan dengan fakta yang ada.  Gue bilang, 'kamu memang kakakku, tapi bukan berarti kamu punya hak untuk masuk dalam urusan rumah tanggaku. Aku tidak pernah mau ikut campur urusan rumah tanggamu, kecuali kamu yang minta, karena aku menghargai sebuah rumah tangga siapa pun dia. Rumah tangga adalah keputusan besar orang dewasa dengan segala konsekuensinya. Setiap orang dewasa harus bertanggung jawab terhadap keputusan yang dia buat, so kalau kamu menghargai aku, aku akan lebih menghargai kamu'.

Pedas memang kata-kata gue, tapi lumayan membuat kakak gue agak ngerem mulut comelnya.  Gue lihat dia kaget, ga nyangka gue yang dikiranya diam nurut kayak adik-adiknya yang lain malah sebaliknya berani menentang dia.  Mama gue yang ada saat itu berusaha merelai.  Kakak gue malah dinasihati beliau bahwa apa yang gue bilang benar. Kakak gue harus berhenti ikut campur urusan rumah tangga adik-adiknya. E....dasar kakak gue memang bebal keras kepala bin tolol, dia malah ngotot bahwa gue salah, gue harus mengubah sikap gue, perilaku gue. Dan konyolnya, dia nilai pasangan gue yang benar dan gue yang salah. Eit.....gue langsung naik pitam and membalas dengan umpatan,'ngaca sebelum bicara. Urus suami loe yang brengsek itu sebelum ngurusin gue. Kalo ga becus ngurus rumah tangga sendiri, ga usah nasehatin rumah tangga orang lain. Sekolahin dulu mulut bobrok itu. Jangan sok jadi orang,.........(sorry ga gue terusin nulisnya karena setelah itu gue yang membabi buta menghajar dia dengan kata-kata yang ga pantas gue tulis, jelek semua)  Tapi gue puas saat itu.  Kakak gue makin shock and diam. Gue langsung pergi meninggalkan dia.

Itu bukan yang pertama. Selang beberapa tahun kemudian pasangan gue kembali berulah. Dia komporin kakak gue dengan cerita-cerita bohong lagi dan........kali ini via telepon kakak gue 'nasihatin' gue lagi.  Karena gue sudah merasa pernah ngingetin kakak gue agar tidak ikut campur urusan rumah tangga gue, kembali gue sindir halus sampai agak kasar ke dia. Alhasil dia nangis-nangis sambil bilang bahwa ini karena dia 'sayang sama gue' sebagai kakak, jadi ingin menasihati gue supaya masalah gue selesai. Sayang?? Kalau sayang mah bukan begitu caranya. Kalau sayang denger dulu komentar orang yang disayang, jangan main 'judgement'.  Gue hajar dia dengan nasihat balik bahwa dia harus stop ikut campur atau gue akan rusak rumah tangga dia atau bilamana perlu gue ikut campur juga urusan rumah tangga anak dia. Dia nangis meraung-raung denger ancaman gue.  Meski berat, suami dia mendukung gue. Itu gue tau dari Mama gue.  Suami kakak gue malah menyalahkan kakak gue yang selalu ikut campur urusan rumah tangga adik-adiknya. Kini tidak ada satu pun orang yang mendukung kakak gue.  Hubungan kami tidak pernah baik. Disamping pasangan gue yang 'memang bermasalah' dan tidak bisa berubah, kakak gue juga punya tabiat yang sama, sulit tutup mulut ngurusin orang lain.

Gue sebenarnya ingin nulis unek-unek ini 2 minggu yang lalu saat lebaran.  Gue ada masalah sama pasangan gue dan gue denger dari Mama gue, pasangan gue seperti biasa bergerilya cari dukungan dari keluarga gue. Memang kali ini dia gagal total cari dukungan.  Semua orang sudah tahu bahwa dia punya tabiat yang sangat buruk, selalu merasa benar dan menyalahkan orang lain bila sedang punya masalah dengan cara membuat cerita-cerita bohong atau membalikkan fakta.  Gue yakin dia pasti akan mendekati kakak gue seperti biasa untuk cari dukungan. Dan he....he.....Mama gue bilang, kakakmu sekarang sudah sadar, dia bilang, sudah cukup sering dia bermasalah dengan kamu. Dia tidak ingin merusak hubungan dengan kamu yang sudah baik sekarang ini. Yeah......gue teriak bahagia dalam hati. Tapi dasar gue bawaannya kesal sama kakak gue, gue malah bilang ke Mama, 'kalau kakakku masih ikut campur rumah tanggaku and berkomentar macam-macam, aku tampar mulutnya. Ribut sekalian ga apa-apa. Putus hubungan pun aku siap daripada punya kakak yang ga tau diri yang sudah naik haji tapi mulutnya bikin orang sakit hati. Ingat, dulu saat dia menikah sudah pernah bermasalah sama aku dan dia sudah aku bikin menderita akan hal itu. Aku akan baik kalau dia baik, bahkan akan lebih baik, tapi kalau dia cari masalah maka aku akan lebih jahat sama dia.  Ingat, kalau aku sudah khilaf, aku lebih buas dari binatang". Mama kaget tapi berusaha tenang. Mama mencoba menenangkan gue dan bilang Insya Allah kakak gue berubah.  Gue tau, Mama gue pasti akan bilang ke kakak gue untuk mengingatkan agar tidak bikin ribut lagi dengan gue.

Berhasil, Alhamdulillahi rabbil'alamin. Gue puas banget. Mulut comel, bawel dan tidak terpuji itu mulai berubah. Syukur-syukur kakak gue meresapi pesan gue saat dia mau berangkat haji,"Mabrur tidaknya seorang haji itu tidak dilihat saat dia mau berangkat haji, tapi saat sepulang dari haji. Kehadiran dia harus selalu membuat berkah bagi orang lain. Perkataan dia harus bisa menentramkan hati orang."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar