Gue patut bersyukur kepada Allah SWT karena lebaran kali ini menjadi lebaran yang fenomenal dalam hidup gue plus keluarga besar gue. Khusus lebaran tahun 2013 ini, gue memutuskan untuk berlebaran dengan keluarga besar gue. Gue ingin hari pertama lebaran, gue sungkem ke Mama, wanita tercantik dan tercinta dalam hidup gue. Kasian, selama ini gue selalu menomor duakan beliau, selama ini gue seringnya datang ke beliau pada hari ke-2 atau ke-3 Lebaran. Sejak gue menikah, hari pertama lebaran selalu menjadi milik keluarga pasangan gue. Ga pernah nyadar dan cuek. Gue anggap itu menjadi hal yang wajar kalau gue menjalani rutinitas hari pertama lebaran sungkem kepada orang tua pasangan gue lalu pergi bersama-sama ke Jombang tempat mertua gue berasal. Bahkan sejak bapak mertua gue meninggal pun, rutinitas itu tetap gue jalani. Kalau harus jujur sebenarnya gue enggan ke Jombang karena lumayan lama perjalanan harus ditempuh dari rumah mertua gue dan kalian tahu sendiri gue termasuk orang yang mudah ngantuk kalo bawa mobil jauh atau lama. Nahan ngantuk bukanlah perkara mudah bagi gue dan itu sangat berbahaya. Tapi pasangan gue ga pernah peduli. 15 tahun gue jalani. 3 tahun pertama gue masih toleran, tapi tahun-tahun berikutnya gue merasa keberatan meski gue ga enak hati kalo harus terus terang. 3 tahun terakhir saja gue sempat ditanya apakah gue mau ikut ke Jombang apa ga. Sudah pasti jawabannya 'ya' alias gue ikut karena gue ga enak hati lagi. Berkali-kali gue jadi orang 'munafik' pada diri sendiri. Tapi tahun ini gue merasa itu tidak boleh terjadi lagi. Gue harus berani menyampaikan pendapat gue. Gue harus jujur pada diri gue. Gue harus berani mengatakan 'tidak' untuk hal-hal yang memang gue tidak suka. Gue ga boleh melakukan suatu tindakan yang setengah hati atau ga ikhlas. So, lebaran tahun 2013 gue putuskan untuk berlebaran dengan keluarga besar gue khususnya di hari pertama lebaran. Gue ingin orang tua kandung gue sebagai orang yang pertama gue mintain maaf lahir bathin.
Pucuk dicinta ulam tiba, ternyata tindakan gue mendapat respon sangat baik dari Mama gue. Saking terharunya sampai-sampai Mama hampir mengucurkan air mata. Sebenarnya beliau ingin sekali anak-anaknya di hari pertama itu ngumpul semua dan sungkem sama beliau, tapi hal itu tidak pernah terjadi. Sedihnya, gue lah penyebabnya yang membuat hal itu tidak terjadi karena jadwal rutin lebaran gue yang selalu didominasi urusan keluarga pasangan gue. Awalnya Mama tidak keberatan, tapi setelah berjalan 10 tahun lebih, beliau mulai merasa di-nomor dua-kan oleh gue. Astaghfirlullah.......gue udah bikin beliau sedih. Insya Allah tahun ini gue tidak membuat Mama sedih.
Hari pertama lebaran, gue sholat Ied bareng Mama, setelah itu gue langsung minta maaf 'versi lebaran' (karena sebenarnya gue sering minta maaf kalau memang salah, so ga nunggu harus lebaran baru minta maaf). Mama mengatakan hal yang sama bahkan suaranya agak parau menahan rasa haru dan bahagia. Gue ga ingin Mama meneteskan air mata meskipun air mata bahagia. Cukup, Ma, ini hari kemenangan, hari fitri, aku ingin kita bahagia, tertawa dan bergembira bersama. Gue bisa mengerti perasaan Mama, hanya selama ini hati gue tertutup oleh 'ketidak-beranian' gue untuk jujur. Gue hanya menyenangkan hati mertua gue dan keluarganya, tapi gue lupa untuk menyenangkan hati orang tua yang melahirkan gue. Ya Tuhan, semoga ini bukan pertanda saya adalah anak yang durhaka kepada orang tua.
Selain keluarga besar gue, hari pertama para tetangga rumah orang tua gue satu-persatu datang. Bahkan ada 1 keluarga yang sangat dibenci di perumahan itu datang sebagai tetangga yang pertama ke rumah gue (baca: rumah orang tua gue). Ironisnya, mereka hanya ke rumah gue, rumah yang lain dilewatin doang. Dan....gue sangat senang saat temen SMP gue yang udah puluhan tahun ga ketemu datang. Kami cerita masa-masa SMP yang banyak lucunya kalo dikenang.
Tapi hari pertama lebaran ini juga menjadi yang terburuk dalam hidup gue. Hari itu gue melihat anak gue berani membantah dengan suara yang tinggi bernada marah. Kalian masih ingat kejadian saat gue super intens ngurusin kepindahan sekolah anak gue? Sebenarnya gue ga mau lagi bicara tentang hal itu, tapi pasangan gue yang menggiring pembicaraan di siang itu yang harusnya bicara yang enak-enak aja menjadi pembicaraan yang super tegang. Bisa jadi itu karena gue menolak hari itu pergi ke rumah mertua gue karena gue sudah mengambil keputusan bahwa hari pertama lebaran gue pengin beramah tamah dengan keluarga besar gue. Gue sudah menyampaikan alasan kepada pasangan gue dan berharap dia bisa memakluminya karena selama ini gue selalu menghabiskan waktu pertama lebaran dengan keluarga besar dia. Wajar dong kalau gue minta perlakuan yang sama meskipun harus menunggu or bersabar selama 15 tahun!
Pasangan gue ternyata tidak mau memaklumi keinginan gue, bahkan anak-anak pun dipengaruhi untuk menolak keinginan gue, sehingga kondisi ini membuat kami bersitegang. Pembicaraan yang awalnya enak-enak aja menjadi ajang adu argumentasi yang mengarah kepada kemarahan. Dan siang itulah gue shock melihat anak sulung gue suaranya meninggi dan tidak mau disela sedikit pun kalimatnya. Gue sudah sempat mengingatkan agar suaranya dipertahankan tetap rendah sebagaimana gue lakukan agar pembicaraan menjadi diskusi yang biasa. Bahkan gue mengingatkan bahwa tidak sopan kalau seorang anak nada bicaranya tinggi saat bicara sama orang tua. Emangnya dia ga takut kualat kali ya.......
Gue ga mau lagi meneruskan pembicaraan karena sudah ga sehat lagi. Gue bilang sama anak gue, kalau memang dia ga mau menerima arahan dari orang tua atau kalau dia tidak mau mendengar saran orang tua dan merasa dia lebih benar tentang sekolah dan masa depan ya silakan.....gue pasrah, terserah. Gue cuman berdoa agar dia bertanggung jawab atas pilihannya dan jujur, sebenarnya gue berdoa sama Tuhan agar Dia memberi pelajaran kepada anak gue bahwa terlalu yakin itu tidak baik. Itu cenderung mengarah kepada takabur. Tahu ga yang membuat kecewa gue terhadap anak sulung gue? Pendapatnya tentang pindah sekolah berbeda lagi. Kalau sebelumnya dia tidak mau sekolah di tempat yang terbaik di kota tempat gue bekerja yang jelas-jelas telah menyatakan dia lulus ujian masuk dan lebih memilih sekolah pilihan kedua yang belum pasti dia lulus ujian masuk, sekarang dia punya keputusan lain bahwa dia ingin tetap melanjutkan sekolah di tempat yang sekarang sampai dia tamat. Artinya dia masih ingin berjauhan dengan gue. Mungkin sekarang dia masih sulit memahami betapa sayangnya orang tua kepada anaknya.
Benar sekali, Tuhan selalu sayang sama gue. Dia tidak membiarkan gue sedih atas perlakuan anak gue. Setelah pembicaraan 'panas' siang itu, sorenya gue dihibur dengan kedatangan para tetangga hampir bisa dikatakan separuh isi RT. Mereka adalah orang-orang lama yang sudah dua puluh tahun lebih ga ketemu gue. Bisa dibayangin panglingnya gue sama mereka satu persatu. Ada yang dulunya masih ingusan, keluar rumah cuman pake kolor doang, e sekarang sudah jadi seorang ibu dari 2 orang anak! Seru banget. Gelak tawa tidak pernah lepas dari obrolan kami. Hal-hal yang serius bila kita kenang dan kita ceritakan lagi 20 tahun kemudian menjadi cerita konyol yang enak untuk dibicarakan.
Tuhan masih memberikan lebih lagi ke gue. Besok sampai hari ke-4 lebaran, saudara-saudara dari Mama, Papa yang juga sudah puluhan tahun ga ketemu akhirnya dipertemukan kembali di hari yang fitri. Tidak itu saja, ada teman gue yang juga sudah 10 tahun lebih ga ketemu akhirnya dipertemukan sama Tuhan di hari yang suci ini juga. Bahkan kami mencoba mengenang masa-masa muda dulu dengan berkendaraan keliling kota dengan motor dan ngobrol sampai pagi. Bahagia, sangat bahagia gue. Mama gue bilang, ini kehadiran gue di tengah-tengah keluarga saat lebaran membawa berkah bagi semua (apalagi anak-anak kecil yang udah gue siapin angpao pecahan Rp 5.000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar